Selasa, 13 Januari 2015

TEKNIK TES DAN NONTES SEBAGAI ALAT EVALUASI HASIL BELAJAR AGAMA ISLAM



TEKNIK TES DAN NONTES SEBAGAI ALAT EVALUASI HASIL BELAJAR AGAMA ISLAM


MAKALAH
DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN



Unmuh ponorogo berwna





OLEH:
RIYANTO
DWI TANTO SUNAR WN
KHOIRUL ANAM



PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

TAHUN 2014





BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang 
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional “berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”
Dalam Permendikbud No. 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan dijelaskan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut menjadi parameter utama untuk merumuskan Standar Nasional Pendidikan yang terdiri atas 8 (delapan) standar, salah satunya adalah Standar Penilaian Pendidikan yang bertujuan untuk menjamin: (a) perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan berdasarkan prinsip-prinsip penilaian, (b) pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif, efektif, efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya; dan (c) pelaporan hasil penilaian peserta didik secara objektif, akuntabel, dan informatif.Namun pada kenyataannya masih banyak sekolah yang belum memenuhi tujuan penilaian seperti standar yang telah ditetapkan. 
Penilaian adalah rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar  peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga dapat menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Penilaian juga digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan proses pembelajaran, sehingga dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan, misalnya apakah proses pembelajaran sudah baik dan dapat dilanjutkan atau perlu perbaikan dan penyempurnaan.  Oleh sebab itu di samping kurikulum dan proses pembelajaran yang benar, juga perlu ada sistem penilaian yang baik dan terencana. Penilaian proses dan hasil belajar peserta didik dilakukan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kompetensi/kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan. Penilaian juga dapat memberikan umpan balik kepada guru agar dapat menyempurnakan perencanaan dan proses pembelajaran.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan diangkat yaitu :
1.         Apa jenis alat penilaian
2.         Bagaimana tipe dan bentuk tes


BAB II
PEMBAHASAN
Teknik Tes dan Nontes sebagai Alat Evaluasi Hasil Belajar Agama Islam

A.     Tes
1.      Definisi Tes
Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karasteritik suatu objek, objek disini bisa berupa kecakapan peserta didik, minat, motivasi, dan sebagainya.  Tes secara harfiah berasal dari bahasa Prancis kuno “testum” artinya piring untuk menyisihkan logam-logam mulia.
Tes dapat didefinisikan sebagai suatu pertanyaan atau tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang atribut pendidikan atau spikologik yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Zainul dan Nasoetion, 1993).
Tes merupakan sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan/atau tugas yang harus dikerjakan yang nantinya akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu berdasarkan jawaban tertentu terhadap pertanyaan-pertanyaanatau cara dan hasil subjek dalam melakukan tugas-tugas tersebut (Azwar, 1996).
Tes sebagai alat penilaian dapat diartikan sebagai pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Pada umumnya tes digunakan untuk mengukur dan menilai hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif yang berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran (Sudjana, 1989).
Tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan sesorang secara tidak langsung yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan. (Djemari, 2008)
Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara atau alat untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau sekelompok siswa sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa tersebut. Prestasi atau tingkah laku tersebut dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan intruksional pembelajaran atau tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi yang telah diberikan dalam proses pembelajaran, dan dapat pula menunjukkan kedudukan siswa yang bersangkutan dalam kelompoknya.
          2.        Fungsi Tes
             Dalam kaitan dengan rumusan tersebut, sebagai alat evaluasi hasil belajar, tes minimal mempunyai
             dua fungsi, yaitu:
a.       Untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentu.
Fungsi  : lebih dititik beratkan untuk mengukur keberhasilan program pembelajaran
b.      Untuk menentukan kedudukan atau perangkat siswa dalam kelompok, tentang penguasaan materi atau pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.
fungsi  : lebih dititik beratkan untuk mengukur keberhasilan belajar masing-masing individu peserta tes.
3.      Bentuk bentuk test
A.      Tes objektif
Pengertian tes objektif adalah bentuk tes yang mengandung kemungkinan jawaban atau respon yang harus dipilih oleh peserta tes, jadi kemungkinan jawaban atau respon telah disediakan oleh penyususn butir soal dan peserta tes hanya memilih alternatif jawaban yang telah disediakan.
a)      Tipe Benar – Salah (True – False Test)
Tes tipe ini adalah tes yang butir soalnya terdiri dari pernyataan yang disertai dengan alternatif jawaban yaitu jawaban atau pernyataan yang benar dan yang salah. Peserta tes diminta menandai melingkari atau menyilang jawaban ”B” jika jawaban atau pernyataan dianggab benar dan jawaban ”S” jika jawaban atau pernyataan dianggab salah.
Contoh : 
B – S  : Rukun Iman ada enam   
b)      Tipe Menjodohkan (Matching Test)
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjuk menjodohkan yakni memasangkan atau mencocokkan. Butir soal ini ditulis dalam dua kolom atau kelompok. Kelompok pertama di sebelah kiri adalah pernyataan atau pertanyaan, kelompok kedua di sebelah kanan adalah kelompok jawaban.
Tugas peserta tes yakni mencari, mencocokkan jawaban sehingga sesuai atau cocok dengan pertanyaan.
Contoh :
No
Pertanyaan
Jawaban
1
2
3
Rukun Iman Ada ……………….
Rukun Islam Ada ………………
Sebutkan Jumlah kitab yang di turunkan Allah ..
a.      4
b.      6
c.       5

c)      Tipe Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)
Tes pilihan ganda adalah tes dimana setiap butir soalnya memiliki jumlah alternatif jawaban lebih dari satu, pada umumnya berkisar antara dua sampai lima jawaban. Tipe tes ini adalah yang paling populer dan banyak digunakan dalam kelompok tes objektif karena banyak sekali materi yang dapat dicakup.
Contoh :
1.      Kitab Zabur di turunkan kepada Nabi ................
a.      Nabi Muhammad
b.      Nabi Musa
c.       Nabi Daud
d.      Nabi Isa
e.       Nabi Ibrahim
d)     Pilihan Ganda Analisis Hubungan Antar Hal
Pilihan ini terdiri dari dua pernyataan yang dihubungkan oleh kata ”sebab” jadi ada dua kemungkinan jawaban yakni ada hubungan sebab akibat dan tidak ada hubungan sebab akibat.
Supaya kedua pernyataan ini termasuk pilihan ganda maka harus dicari variabel lain yang dapat mengukur kemampuan peserta tes. Variabel tersebut adalah kualitas pernyataan yaitu :
A.    Pernyataan benar, alasan benar, keduanya menunjukkan hubungan sebab akibat
B.      Pernyataan benar, alasan benar, keduanya tidak menunjukkan hubungan sebab akibat
C.     Pernyataan benar, alasan salah
D.    Pernyataan salah, alasan benar
E.     Pernyataan salah, alasan salah

  Contoh : 
Sebagai seorang hamba, maka wajib bagi kita untuk mengenal Allah Swt, dengan cara mengenal sifat sifatNya
Sebab
Allah memiliki tiga sifat yaitu Wajib, Mustahil dan Jaiz
e)      Pilihan Ganda Analisis Kasus
Pada tes bentuk ini peserta tes dihadapkan pada suatu kasus. Kasus ini di sajikan dalam bentuk cerita, peristiwa, dan sejenisnya. Peserta tes diajukan beberapa pertanyaan yang ada kaitanya dengan cerita tersebut. Setiap perpertanyaan dibuat dalam bentuk melengkapi pilihan.
Contoh :
Pada masa nabi Ibrahim, kebanyakan rakyat beragama politeisme yaitu menyembah lebih dari satu Tuhan. Bintang, Bulan dan Matahari menjadi Objek utama penyembahan, karenanya astronomi merupakan bidang yang sangat penting.
Sewaktu kecil nabi ibrahim as, sering melihat ayahnya melakukan ritual menyembah berhala – berhala tersebut. Disisi lain sang ayah Azar, bahkan membuat patung – patung sebagai gambaran dari para dewa – dewa tersebut untuk dijual dan dijadikan sesembahan. Dari sinilah nalar dan logika nabi ibrahim as, mulai berjalan dan berontak, diapun mencoba mencari kebenaran agama yang dianut keluarganya.
Pertanyaan :
Siapakah nama ayah Nabi Ibrahim As .........
a.      Dewa Bulan                               d.   Azar        
b.      Dewa Matahari                         e.   Berhala
c.       Dewa Bintang   
f)       Pilihan Ganda Asosiasi
Bentuk pilihan ganda ini jawaban yang benar dapat lebih dari satu, mungkin 2, 3, atau bahkan 4. Yakni :
A.    Jika (1), (2), dan (3) betul
B.     Jika (1) dan (3) betul
C.     Jika (2) dan (4) betul
D.    Jika hanya (4) yang betul
E.     Jika semua betul
     Contoh :
Berikut ini adalah nama – nama Allah (Asmaul husna :
1.      Al- Aziz
2.      Al- Qayyum
3.      Al- Ghaffar
4.      Al- Fattah
g)      Pilihan Ganda dengan diagram, grafik, tabel dan sebaginya
Bentuk soal tes ini mirip analisis kasus baik struktur maupun pola pertanyaanya. Bedanya dalam tes bentuk ini tidak disajikan kasus dalam bentuk cerita atau peristiwa tetapi kasus tersebut berupa diagram, grafik maupun tabel.

B.      Tes subjektif
Tes subjektif pada umumnya berbentuk uraian (esai) tes bentuk uraian mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaan soalnya harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes (Asmawi Zaenul dan Noehi Nasution : 2005)
a)      Tes Uraian bebas (Extended Response Test)
Tes ini merupakan bentuk tes yang memberikan kebebasan kepada peserta tes untuk mengorganisasikan dan mengekspresikan pikiran dan gagasan dalam menjawab soal tes, jawabannya bersifat terbuka, fleksibel dan tidak berstruktur.
Contoh :
1.      Jelaskan pengertian Iman, Islam dan Ihsan Menurut Istilah ?
2.      Jelaskan alasan mengapa nabi muhammad diutus untuk menyempurnakan akhalak manusia ?
b)      Tes Uraian terbatas (Restricted Response Test)
Tes uraian terbatas merupakan bentuk tes yang memberi batasan batasan atau rambu rambu tertentu kepada peserta tes dalam menjawab soal tes. Biasanya mencakup format, isi dan ruang lingkup jawaban.
Contoh : 
Pada masa nabi Ibrahim, kebanyakan rakyat beragama politeisme yaitu menyembah lebih dari satu Tuhan. Bintang, Bulan dan Matahari menjadi Objek utama penyembahan, karenanya astronomi merupakan bidang yang sangat penting.
Sewaktu kecil nabi ibrahim as, sering melihat ayahnya melakukan ritual menyembah berhala – berhala tersebut. Disisi lain sang ayah Azar, bahkan membuat patung – patung sebagai gambaran dari para dewa – dewa tersebut untuk dijual dan dijadikan sesembahan. Dari sinilah nalar dan logika nabi ibrahim as, mulai berjalan dan berontak, diapun mencoba mencari kebenaran agama yang dianut keluarganya.
Pertanyaan :
1.      Apakah sesembahan masyarakat, pada masa nabi ibrahim .....
2.      Apa pekerjaan Ayah Nabi Ibrahim As ..................

4.      Karakteristik Tes yang Baik
Suharsimin arikunto (2008) menyatakan bahwa suatu tes dapat dikatakan baik apabila memenuhi lima persyaratan Yakni :
a.       Validitas Sebuah alat pengukur dapat dikatakan valid apabila alat pengukur tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Demikian pula dalam alat-alat evaluasi. Suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila tes tersebut betul-betul dapat mengukur hasil belajar.
Contoh :
Untuk mengukur tingkat partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, bukan diukur dari skor nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, tetapi dilihat melalui :
-          Kehadiran
-          Terpusatnya perhatian dalam pembelajaran
-          Ketepatan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru dalam arti relevan dalam permasalahannya.
Nilai yang diperoleh dalam waktu ulangan bukan menggambarkan partisipasi, tetapi menggambarkan prestasi.
Ada beberapa macam validitas yakni   
§  Content validity (validitas isi) Pengujian jenis validitas ini dilakukan secara logis dan rasional karena itu disebut juga rational validity atau logical validity. Batasan content validity ini menggambarkan sejauhmana tes mampu mengukur materi pelajaran yang telah diberikan secara representatif dan sejauh mana pula tes dapat mengukur sampel yang representatif dari perubahan-perubahan perilaku yang diharapkan terjadi pada diri siswa.
§  Predictive validity (validitas ramalan) Validitas ramalan artinya ketepatan (kejituan) suatu alat pengukur ditunjau dari kemampuan tes tersebut untuk meramalkan prestasi yang dicapainya kemudian. Cara yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya validitas ramalan ialah dengan mencari korelasi antara nilai-nilsi yang dicapai oleh anak-anak dalam tes tersebut dengan nilai-nilai yang dicapai kemudian.
§  Concurent validity (Validitas bandingan) suatu tes dilihat dari korelasinya terhadap kecakapan yang telah dimiliki saat kini secara riil. Cara yang digunakan untuk menilai validitas bandingan ialah dengan jalan mengkorelasikan hasil-hasil yang dicapai dalam tes tersebut dengan hasil-hasil yang dicapai dalam tes yang sejenis yang telah diketahui mempunyai validitas yang tinggi (misalnya tes standar).
§  Construct Validity (validitas konstruk/susunan teori) Yaitu ketepatan suatu tes ditinjau dari susunan tes tersebut.
b.      Reliabilitas Reliabilitas berasal dari kata reliable yang berarti dapat dipercaya. Reliabilitas suatu tes menunjukan atau merupakan sederajat ketetapan, keterandalan atau kemantapan (the level of consistency) tes yang bersangkutan dalam mendapatkan data (skor) yang dicapai seseorang, apabila tes tersebut diberikan kepadanya pada kesempatan (waktu) yang berbeda., atau dengan tes yang pararel (eukivalen) pada waktu yang sama. Atau dengan kata lain sebuah tes dikatakan reliable apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan, keajegan, atau konsisten. Artinya, jika kepada para siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan (ranking) yang sama dalam kelompoknya.
c.       Objektivitas Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subyektif yang mempengaruhi. Hal ini terutama pada sistem skoringnya, apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka obyektivitas menekankan ketetapan pada sistem skoring, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes. Ada dua faktor yang mempengaruhi subjektivitas dari sesuatu tes yaitu bentuk tes dan penilaian.
d.      Praktikabilitas  Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes itu bersifat praktis, mudah untuk pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang:
§  Mudah dilaksanakannya; misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap mudah oleh siswa.
§  Mudah memeriksanya artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman skoringnya. Untuk soal yang obyektif, pemeriksaan akan lebih mudah dilakukan jika dikerjakan oleh siswa dalam lembar jawaban.
§  Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan/ diawali oleh orang lain
e.       Ekonomis Yang dimaksud dengan ekonomis ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama, baik untuk memproduksinya maupun untuk melaksanakan dan mengolah hasilnya.

B.     Nontes
1.      Definisi nontes
Dilihat dari kata yang menyusunya, maka non tes dapat kita artikan sebagai teknik penilaian yang dilakukan tanpa menggunakan tes. Sehingga teknik ini dilakukan lewat pengamatan secara teliti dan tanpa menguji peserta didik. Non tes biasanya dilakukan untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang diketahui atau dipahami. Dengan kata lain, instrument ini berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati dari pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati dengan panca indra (Widiyoko : 2009).
2.      Jenis – Jenis Non Tes
a.       Pengamatan (Observation)
Menurut Sudijono (2009) observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.
Tujuan utama observasi antara lain :
-          Mengumpulkan data dan inforamsi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa peristiwa maupun tindakan, baik dalam situasi yang sesungguhnya maupun dalam situasi buatan
-          Mengukur perilaku kelas (baik perilaku guru maupun peserta didik), interaksi antara peserta didik dan guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya, terutama kecakapan sosial (social skill)
-          Menilai tingkah laku individu atau proses yang tejadi dalam situasi sebenarnya maupun situasi yang sengaja dibuat.
Dalam evaluasi pembelajaran, observasi dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik pada waktu belajar belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan lain-lain. Selain itu, observasi juga dapat digunakan untuk menilai penampilan guru dalam mengajar, suasana kelas, hubungan sosial sesama peserta didik, hubungan guru dengan peserta didik, dan perilaku sosial lainnya Selain itu,
Observasi mempunyai beberapa karakteristik, antara lain:
-          Mempunyai arah dan tujuan yang jelas.
-          Bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara sistematis, logis, kritis, objektif, dan rasional.
-          Terdapat berbagai aspek yang akan diobservasi.
-          Praktis penggunaannya.
Adapaun langkah-langkah penyusunan pedoman observasi menurut Arifin (2009) adalah sebagai berikut:
-          Merumuskan tujuan observasi
-          Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi
-          Menyusun pedoman observasi
-          Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang berkenaan proses belajar peserta didik dan kepribadiaanya maupun penampilan guru dalam pembelajaran
-          Melakukan uji coba pedoman observasi untuk melihat kelemahan-kelemahan pedoman observasi
-          Merifisi pedoman obsevasi berdasarkan hasil uji coba
-          Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung
-          Mengolah dan menafsirkan hasil observasi
Berikut ini contoh format observasi
Nama Sekolah     : ………………
Mata Pelajaran     : ………………
Bahan Kajian       : ………………

Nama Guru          : …………..
Hari/tanggal         : ……………
Pukul                   : …………………

Nama siswa yang diamati : ………………………..

Aspek yang diamati
Hasil pengamatan
ket

tinggi
sedang
rendah
1.      Memberikan pendapat untuk pemecahan masalah
2.      Memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain
3.      Mengerjakan tugas yang diberikan
4.      Motivasi siswa yang mengerjakan tugas-tugas
5.      Toleransi dan mau menerima pendapat siswa lain
6.      Tanggung jawab sebagai anggota kelompok





b.      Wawancara (Interview)
Menurut Sudijono (2009) wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan Tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah tujuan yang terlah ditentukan. Sedangkan menurut Bahri (2008) Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang mewancarai dan yang diwancarai.
Dari pengertian tersebut kita dapat simpulkan bahwa wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (Tanya jawab) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung (menggunakan alat komunikasi).
Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat dalam evaluasi, yaitu:
1.      Wawancara terpimpin (guided interview), biasanya juga dikenal dengan istilah wawancara berstruktur (structured interview) atau wawancara sistematis (systematic interview), dimana wawancara ini selalu dilakukan oleh evaluator dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu dalam bentuk panduan wawancara (interview guide). Jadi, dalam hal ini responden pada waktu menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan.
2.      Wawancara tidak terpimpin (un-guided interview), biasanya juga dikenal dengan istilah wawancara sederhana (simple interview) atau wawancara tidak sistematis (non-systematic interview) atau wawancara bebas, diamana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh evaluator. Dalam wawancara bebas, pewancara selaku evaluator mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik atau orang tuanya tanpa dikendalikan oleh pedoman tertentu, mereka dengan bebas mengemukakan jawabannya. Hanya saja pada saat menganilis dan menarik kesimpulan hasil wawancara bebas ini evaluator akan dihadapkan kesulitan-kesulitan, terutama apabila jawaban mereka beraneka ragam. Mengingat bahwa daya ingat manusia itu dibatasi ruang dan waktu, maka sebaiknya hasil wawancara itu dicatat seketika.
Dalam melaksanakan wawancara, ada beberapa hal yang harus diperhatikan evaluator dalam pelaksanaan wawancara antara lain ; evaluator harus mendengar, mengamati, menyelidiki, menanggapi, dan mencatat apa yang sumber berikan. Sehingga informasi yang disampaikan oleh narasumber tidak hilang dan informasi yang dibutuhkan dapat ditangkap dengan baik. Selain itu evaluator harus meredam egonya dan melakukan pengendalian tersembunyi. Kadang kala banyak evaluator yang tidak dapat meredam egonya sehingga unsur subyektivitas muncul pada saat menganalisis hasil wawancara yang telah dilaksanakan.
Menurut Zainal (2009) ada 3 tujuan dalam melaksanakan wawancara yakni :
1.      Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau situasi dan kondisi tertentu.
2.      Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
3.      Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu.
Berikut ini contoh pertanyaan–pertanyaan yang biasa dilaksanakan pada saat wawancara :
Tujuan                : ………………………………………………………………
Bentuk                 : ………………………………………………………………
Responden         : ………………………………………………………………
Nama siswa         : ………………………………………………………………
Kelas\semester    : ………………………………………………………………
Jenis kelamin     : ……………………………………………………………….
Pertanyaan guru
Jawaban siswa
Komentar dan kesimpulan hasil wawancara
1.      Kapan dan berapa lama anda belajar di rumah ?
2.      Bagaimana cara anda mempersiapkan diri untuk belajar secara efektif?
3.      Kegiatan apa yang anda lakukan pada waktu mempelajari bahan pelajaran?
4.      Seandainya anda mengalami kesulitan dalam mempelajarinya, usaha apa yang anda lakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut?
5.      Dst.



c.       Angket (Questionnare)
Pada dasarnya, angket adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Pada umumnya tujuan penggunaan angket atau kuesioner dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka. Hal ini juga disampaikan oleh Yusuf (dalam Arniatiu, 2010) yang menyatakan kuisioner adalah suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan objek yang dinilai dengan maksud untuk mendapatkan data. Selain itu, data yang dihimpun melalui angket biasanya juga berupa data yang berkenaan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam mengikuti  pelajaran. Misalnya: cara belajar, bimbingan guru dan orang tua, sikap belajar dan lain sebagainya. Angket pada umumnya dipergunakan untuk menilai hasil belajar pada ranah afektif. Angket dapat disajikan dalam bentuk pilihan ganda atau skala sikap.Adapun beberapa tujuan dari pengembangan angket adalah :
-          Mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari siswa tentang pembelajaran
-          Membimbing siswa untuk belajar efektif sampai tingkat penguasaan tertentu.
-          Mendorong siswa untuk lebih kreatif dalam belajar.
-          Membantu anak yang lemah dalam belajar.
-          Untuk mengetahui kesulitan – kesulitan siswa dalam pembelajaran
d.      Pemeriksaan Dokumen (Documentary Analysis)
Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji (teknik non-tes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen, misalnya: dokumen yang menganut informasi mengenai riwayat hidup (auto biografi), seperti kapan kapan dan dimana peserta didik dilahirkan, agama yang dianut, kedudukan anak didalam keluarga dan sebagainya. Selain itu juga dokumen yang memuat informasi tentang orang tua peserta didik, dokumen yang memuat tentang orang tua peserta didik, dokumen yang memuat tentang lingkungan non-sosial, seperti kondisi bangunan rumah, ruang belajar, lampu penerangan dan sebagainya(Sudijono : 2009).
Beberapa informasi, baik mengenai peserta didik, orang tua dan lingkungannya itu bukan tidak mungkin pada saat-saat tertentu sangat diperlukan sebagai bahan pelengkapbagi pendidik dalam melakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta didiknya.
e.       Study Kasus (Case Study)
Studi kasus adalah mempelajari individu dalam proses tertentu secara terus menerus untuk melihat perkembangannya(Djamarah : 2000). Misalnya peserta didik yang sangat cerdas, sangat lamban, sangat rajin, sangat nakal, atau kesulitan dalam belajar.
Untuk itu guru menjawab tiga pertanyaan inti dalam studi kasus, yaitu:
1.      Mengapa kasus tersebut bisa terjadi?
2.      Apa yang dilakukan oleh seseorang dalam kasus tersebut?
3.      Bagaimana pengaruh tingkah laku seseorang terhadap lingkungan?
Studi kasus sering digunakan dalam evaluasi, bimbingan, dan penelitian. Studi ini menyangkut integrasi dan penggunaan data yang komprehensif tentang peserta didik sebagai suatu dasar untuk melakukan diagnosis dan mengartikan tingkah laku peserta didik tersebut. Dalam melakukan studi kasus, guru harus terlebih dahulu mengumpulkan data dari berbagai sumber dengan menggunakan berbagai teknik dan alat pengumpul data. Salah satu alat yang digunakan adalah depth-interview , yaitu melakukan wawancara secara mendalam, jenis data yang diperlukan antara lain, latar belakang kehidupan, latar belakang keluarga, kesanggupan dan kebutuhan, perkembangan kesehatan, dan sebagainya. Namun, seperti halnya alat evaluasi yang lain, studi kasus juga mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah dapat mempelajari seseorang secara mendalam dan komprehensif, sehingga karakternya dapat diketahui selengkap-lengkapnya. Sedangkan kelemahannya adalah hasil studi kasus tidak dapat digeneralisasikan, melainkan hanya berlaku untuk peserta didik itu saja.



BAB III
KESIMPULAN
                 Secara garis besar alat penilaian digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu non-tes dan tes. Seringkali kedua jenis alat penilaian tersebut dinamakan teknik penilaian.
                 Tes tertulis menurut tipenya dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu tes tipe uraian dan tes tipe objektif.
Teknik-teknik non-tes juga menempati kedudukan yang penting dalam rangka evaluasi hasil belajar, lebihlebih evaluasi yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan peserta didik, seperti presepsinya terhadap mata pelajaran tertentu, prsepsi terhadap guru, bakat dan minat, dan sebagainya. Yang semua itu tidak mungkin dievaluasi dengan menggunakan tes sebagai alat pengikutnya.Bentuk-bentuk instrumren evaluasi non-tes  seperti wawancara (interview), pengamatan (observation), angket (questionere), studi kasus, dan pemeriksaan dokumen.


 
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Arifin,Zaenal (2009),  Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur,  Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Daryanto (2008), Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta
Nasoetion, Noehi. Suryanto Judu dan Adi. 2000. Hakikat tes, pengukuran dan penilaian. http://pustaka.ut.ac.id/learning.php. Diakses hari Jumat tanggal 18 April 2008.
Nana Sudjana. 1989. Penilaian hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Nana Sudjana. 2004. Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sudijono,Anas (2009) Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 
Zainul, Asmawi dan Noehi Nasoetion. 1993. Penilaian hasil belajar. Jakarta: PAU-PPAI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar